top of page

Sejarah gpib sumber kasih

Sumber Kasih, muncul sebagai Jemaat GPIB ke 151, dilembagakan oleh Majelis Sinode GPIB dalam ibadah Jemaat pada tanggal 20 Mei 1982 pada Hari Raya Kenaikan.

​

Sejarah perjalanan Jemaat GPIB Sumber Kasih dibagi atas 3 (tiga) periode, walaupun cara ini tidak selalu tepat karena lebih memperhatikan segi kelembagaan dari pada ajaran dan pembinaan iman warga atau tema-tema pergumulan Jemaat.

​

Periode pertama kita sebut sebagai masa persiapan, tahun 1960–1982.
Lalu yang kedua disebut masa pembangunan, tahun 1982–1992,
dan yang ketiga disebut masa kemandirian, tahun 1992 – kini.
Jemaat GPIB Sumber Kasih, keberadaannya berawal dari pelayanan Jemaat GPIB Effatha. Sejak tahun 1960, pelayanan Effatha sebagai ranting dari pelayanan Gereja Paulus dan Jemaat GPIB Jakarta, telah mengembangkan Ibadah-ibadah Minggu di kompleks-kompleks pemukiman baru. Wilayah Cilandak dijangkau dengan Ibadah-ibadah Minggu yang dilaksanakan di rumah-rumah warga secara bergantian, dimulai dari keluarga Sumual-Palar, Jalan Cilandak V.

​

Kapan kegiatan ini dimulai, tidak ada catatan tertulis. Ibadah-ibadah seperti ini secara spontan dilaksanakan tanpa memperhitungkan bahwa akan mempunyai nilai sejarah.

​

Sesudah Jemaat GPIB Effatha dilembagakan oleh Majelis Sinode GPIB tanggal 1 April 1965 (bersama 6 Jemaat baru di Jakarta: Immanuel, Sion, Pniel, Paulus, Ebenhaezer dan Betlehem), maka diadakan perencanaan untuk pembentukan sektor-sektor pelayanan yang disebut dengan istilah “Ranting”. Kemudian istilah “Ranting” berubah menjadi “Jemaat Bagian”.

​

Penataan Jemaat-jemaat Bagian ini dimulai tahun 1971 dan terus diintensifkan persiapannya menuju pendewasaan. Jemaat-jemaat Bagian yang diproyeksikan untuk pendewasaan sejak tahun 1975 disebut sebagai Bagian Jemaat, antara lain yaitu Bagian Jemaat IX, wilayah Cipete – Cilandak. Untuk itu Majelis Jemaat GPIB Effatha mengadakan studi tentang pengembangan wilayah yang dipelopori oleh Gerakan Pemuda. Proses pendewasaan Bagian-bagian Jemaat ini dilakukan pada saat Jemaat GPIB Effatha merayakan ulang tahunnya yang ke-25, 10 Juni 1975. Proses pengembangan pelayanan ini tidak hanya didorong oleh kebutuhan warga untuk beribadah di daerah-daerah pemukiman baru. Tetapi juga dipengaruhi oleh Persidangan Sinode Istimewa GPIB pada tahun 1972 di tengah Jemaat GPIB Effatha. Persidangan sinodal tersebut mempunyai arti penting bagi warga Jemaat: Selain membahas dan menetapkan Tata Gereja GPIB (1972), Sidang Sinodal tersebut juga mendorong Majelis Jemaat GPIB Effatha untuk membuat terobosan-terobosan baru dengan memberdayakan warga Jemaat untuk meningkatkan pelayanan. Disusunlah Pokok-pokok Rencana Pembangunan 4 (empat) tahun 1975 – 1979 untuk mempersiapkan pendewasaan bagian-bagian Jemaat yang akan dilembagakan, termasuk Bagian Jemaat IX – wilayah Cipete dan Cilandak. Secara keseluruhan Jemaat GPIB Effatha memiliki 13 (tiga belas) Bagian Jemaat yang dipersiapkan pendewasaannya.

​

Konsep Jemaat Missioner yang telah menjadi bahan-bahan pembinaan GPIB saat itu juga mempengaruhi pemekaran pelayanan Jemaat GPIB Effatha. Hal ini terbukti dengan percepatan penataan wilayah-wilayah pelayanan Jemaat GPIB Effatha menjadi Bagian-bagian Jemaat yang berlomba-lomba menampil-kan diri untuk mendapat status sebagai Jemaat baru.

​

Dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama yaitu antara 5-7 tahun sejak tahun 1972, muncullah Jemaat-jemaat baru di Jakarta Selatan yang ditetapkan oleh Majelis Jemaat GPIB Effatha dalam status pendewasaan dan diusulkan kepada Majelis Sinode untuk dilembagakan. Majelis Jemaat GPIB Effatha pada tahun 1979 menetapkan 13 Bagian Jemaat yang telah dipersiapkan untuk mendapat status sebagai Jemaat baru dalam lingkungan GPIB.Wilayah pelayanan yang menjadi Bagian Jemaat IX pada tahun 1976 ditetapkan dengan batas-batas: Jln. H. Nawi dan Jln. Nangka / Abdul Majid dengan poros Jln. Raya RS Fatmawati menuju ke Selatan, yaitu daerah Cipete, Cilandak, Terogong, ke Pondok Labu dan Lebak Bulus. Arah ke Timur dari daerah Cipete dan Cilandak ke Jeruk Purut, Ampera, Kompleks Marinir bertemu dengan Pondok Labu dan Kompleks TNI Angkatan Laut Pangkalan Jati.Wilayah ini berkembang dengan pesat. Tidak lebih dari 2 (dua) tahun (1978). Bagian Jemaat IX dibagi dua. Untuk wilayah pelayanan di Cipete, Cilandak Barat, Pondok Labu, Pangkalan Jati dan Lebak Bulus menjadi Bagian Jemaat IX. Sedangkan wilayah Cilandak Timur Kompleks Marinir ke arah Selatan menjadi Bagian Jemaat VII Jemaat GPIB Effatha.

​

Perkembangan Jemaat GPIB Sumber Kasih terkait erat dengan pengembangan Kebayoran Baru di Jakarta Selatan. Sekitar tahun 1948 pemerintah membangun kompleks-kompleks perumahan di Kebayoran Baru (sebelumnya dikenal dengan Kotabaru Kebayoran) yang meliputi kurang lebih 19 Blok yaitu Blok A sampai dengan Blok S. Kawasan ini makin menjadi penting ketika pemerintah membangun kompleks Olah Raga Senayan tahun 1960. Sebagai tindak lanjut perubahan status pemerintah DKI dari Walikota menjadi propinsi pada tahun 1962, maka pada tahun 1966 terbentuklah 5 (lima) Walikota, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Jakarta Barat.

​

Wilayah Jakarta Selatan tahun 2005 terdiri dari 10 Kecamatan dan 65 Kelurahan dengan 575 RW dan 6124 RT. Luas wilayahnya adalah 145,75 km2 dengan jumlah penduduk 1.708.167 jiwa. Data-data dari Walikota Jakarta Selatan menjelaskan bahwa pekerjaan utama penduduk adalah perdagangan dan jasa serta industri. Bila dihubungkan dengan warga Jemaat GPIB Sumber Kasih sejak tahun 1967, maka sebagian besar warga Jemaat adalah pegawai Negeri, TNI/POLRI dan jasa lainnya. Umumnya golongan menengah ke bawah.

​

Kini wilayah pelayanan Jemaat GPIB Sumber Kasih tidak hanya terbatas pada Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan tetapi telah juga memasuki wilayah-wilayah pemerintahan Kotamadya Depok, Jawa Barat, antara lain pemukiman-pemukiman baru di Cinere dan sekitarnya. Pada tahun 1950-an wilayah Cipete dan Cilandak masih merupakan daerah yang terisolir di Selatan Kebayoran Baru. Wilayah ini mulai terbuka ketika Ibu Fatmawati Soekarno pada tanggal 2 Oktober 1954 meletakkan Batu Pertama Rumah Sakit TBC Anak-anak di lokasi yang sekarang ini berdiri Rumah Sakit Fatmawati. Rumah Sakit ini semula menjadi Sanatorium untuk anak-anak penderita TBC. Kemudian pada tahun 1960 melayani kasus-kasus bedah Orthopedi untuk melanjutkan pelayanan Kapal Rumah Sakit “HOPE” yang berkeliling melayani berbagai wilayah Indonesia pada masa itu. Pada tanggal 15 April 1961 Rumah Sakit ini menjadi Rumah Sakit Umum Pemerintah dengan nama Rumah Sakit Umum Ibu Soekarno. Selanjutnya nama Rumah Sakit ini berubah menjadi Rumah Sakit Umum Fatmawati, yang diresmikan oleh Gubernur DKI Ali Sadikin bersamaan dengan peresmian Ruang Bersalin pada tanggal 23 Mei 1967. Sekaligus pada saat itu Gubernur meresmikan jalan yang membentang dari Blok A (terusan Panglima Polim Raya) sampai ke Rumah Sakit Fatmawati menjadi Jalan Rumah Sakit Fatmawati.

​

Mengapa peran Rumah Sakit Fatmawati penting dalam sejarah Jemaat GPIB Sumber Kasih? Selain menjadi pusat pelayanan kesehatan dan membuka isolasi masyarakat di Jakarta Selatan, Rumah Sakit ini telah memberikan sumbangan berarti bagi pelayanan Jemaat GPIB Sumber Kasih. Tenaga-tenaga medis Rumah Sakit ini sering bersama Jemaat GPIB Sumber Kasih melaksanakan pelayanan sosial bagi masyarakat. Selain itu salah satu bantuannya yang sangat bersejarah ialah pelaksanaan Ibadah Pelembagaan Jemaat GPIB Sumber Kasih pada hari Kamis 20 Mei 1982 dilaksanakan di Aula Rumah Sakit Fatmawati. Saat itu Direktur Rumah Sakit Fatmawati adalah Dr. H.E.Tardan.

​

Di samping keberadaan Rumah Sakit Fatmawati di Jakarta Selatan, kompleks-kompleks perumahan pemerintah juga dibangun (antara lain Pendidikan dan Kebudayaan) dan TNI, khususnya Angkatan Laut di Pondok Labu / Pangkalan Jati, yang telah membuat wilayah Cipete dan Cilandak berkembang pesat sejak awal tahun 1960-an. Di Kompleks TNI-AL di Pangkalan Jati terorganisir Persekutuan Umat Kristen yang melakukan pelayanan rawatan rohani bagi anggota-anggota TNI-AL.

​

Persekutuan Oikumene ini juga telah merintis pembangunan Gereja pada tahun 1975 dan diresmikan sebagai Gedung Gereja Bahtera Allah, Jalan Baros 1. Gedung Gereja ini kemudian dipergunakan juga oleh Jemaat GPIB Sumber Kasih sebagai tempat ibadah Minggu sejak persiapan pelembagaan tahun 1980.

​

Sementara itu sejak tahun 1970-an berdiri kompleks-kompleks perumahan baru di daerah Lebak Bulus, Cinere, Pondok Labu dan sekitarnya dan Pondok Indah. Kompleks-kompleks ini telah menjadikan wawasan selatan Kecamatan Cilandak sebagai “satelit” baru dan mencerminkan kehidupan kota yang modern dan berbaur dengan penduduk asli setempat yang tradisional.

​

Untuk sejarah lengkap GPIB Sumber Kasih, silahkan download disini softcopy dari Buku Sejarah GPIB Sumber Kasih yang diterbitkan pada tahun 2007 dalam rangka HUT ke -25 GPIB Sumber Kasih.

© 2023 GPIB Sumber Kasih DKI Jakarta

  • White YouTube Icon
  • White Instagram Icon
  • White Facebook Icon
bottom of page